Tantangan HMI di Era Milenial

5/18/2018

bolokajiblog-Istilah generasi milenial memang sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari kata millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Menurut keterangan dari Wikipedia, generasi Milenial atau sering juga disebut “Generasi Y” atau “Milenials” adalah kelompok orang yang lahir setetelah Generasi X, yaitu orang – orang yang lahir pada kisaran tahun 1980 -2000. Jika diperhitungkan berarti Generasi Milenials adalah orang – orang yang saat ini berumur pada 17 – 37 tahun.
            Di era milenial sekarang ini, sangat banyak habit baru yang tumbuh dimasyarakat, termasuk mahasiswa sebagai bagian yang tidak bisa diparsialkan dari sebuah sistem sosial. Kebiasaan kebiasaan ini kebanyakan negatif dan cenderung destruktif, baik dari segi pemikiran maupun tindakan, melembaga dan membudaya tanpa disadari sehingga masyarakat pada akhirnya terjebak dalam sebuah lingkaran setan.
Kemajuan pesat dibidang teknologi punya peran vital dalam pembentukan habit ini. Indonesia adalah "raksasa teknologi digital Asia yang sedang tertidur". Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa adalah pasar yang besar. Pengguna smartphone Indonesia juga bertumbuh dengan pesat. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Mahasiswa sebagai generasi milenial, mau tidak mau dituntut harus dapat beradaptasi dengan kemajuan ini jika ingin menjadi manusia yang tak termakan jaman. Namun realitanya, hal ini justru menjadi pisau bermata dua, apa outputnya tergantung bijak tidaknya seorang mahasiswa menyikapinya.
HMI adalah organisasi perkaderan yang mempunyai tujuan sempurna, yaitu membina kader yang berkualitas insan cita. Kader adalah tulang punggung organisasi, artinya nasib suatu organisasi tergantung  pada kadernya. Kader-kader HMI adalah bagian dari tujuan organisasi itu sendiri, insan yang beriman ilmu amal. Dalam praktik pengaktualisasian usaha-usaha untuk mencapai tujuan mulia tersebut, kader HMI harus bisa memanfaatkan kemajuan teknologi masa kini. Contoh paling simpel adalah pada tingkat komisariat. Dalam pembuatan konsep kegiatan, publikasi, pelaksanaan teknis, sering kali bahkan selalu membutuhkan smartphone dan internet. Karna hakikatnya teknologi diciptakan untuk mempermudah. Tetapi, banyak kader-kader HMI sekarang yang justru terserang dampak negatif era ini.
Candu gadget dan media sosial, serba instan, lebih suka berbicara di social grup chatadalah ciri-ciri yang sering kita jumpai pada mahasiswa dewasa ini, tidak terkecuali kader-kader HMI. Menurunnya budaya literasi, kurangnya perkumpulan perkumpulan disekretariat dan masjid-masjid, kurangnya skill komunikasi dari kader HMI adalah gejala reduksi kualitas yang tidak bisa diremehkan. Ini merupakan salah satu sisi mata pisau yang merugikan dari kemajuan teknologi di era milenial. Habit ini, secara tidak sadar sudah melekat pada diri mahasiswa, sehingga untuk lepas dari bad habit ini butuh proses yang rumit dan memakan banyak waktu.
Hal-hal diatas menjadi tantangan besar bagi Himpunan Mahasiswa Islam dalam perjalanannya mencapai tujuan organisasi. Pemikiran dan pemahaman tentang nilai-nilai dasar perjuangan, azas, fungsi dan peran bisa saja tergerus atau bahkan terlupakan dan tidak lagi menyinggasana dalam diri seorang kader HMI. Darah hijau hitam sudah memudar. Jiwa pemberani, pengabdi yang membawa menuju masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT sudah tergantikan dengan jiwa jiwa pengecut, penakut dan antisosial. Ketika seorang kader sampai difase ini, seringkali memutuskan untuk acuh dan tidak peduli. Pengalihan dari seorang kader gemar membaca menjadi mahasiswa biasa yang candu sosial media tidak jarang permanently. Disinilah HMI diuji, apakah himpunan yang sudah berdiri sejak 1947 dan menjadi pelopor organisasi mahasiswa islam ini bisa survive atau tidak.
Ada banyak solusi dari problematika diatas, hanya saja dalam pengaplikasiannya dapat menemui beberapa hambatan. Peningkatan mutu training, follow up yang teratur, forum-forum diskusi untuk membahas dampak era milenial dan pencegahannya, serta masih banyak lainnya.
Salah satu senior HMI Kakanda Anies Baswedan  pernah berkata, ”Dengan pendidikan yang baik, kehidupan dimasa depan akan semakin sejahtera”.“Perubahan sosial yang bergerak dari rekayasa sosial harus dimulai dengan perubahan cara berfikir..” kata Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Rekayasa Sosial, Reformasi, Revolusi atau Manusia Besar? “Mustahil ada perubahan kearah yang benar, kalau kesalahan berpikir masih menjebak benak kita”, beliau tambahkan.
Fokus kedua tokoh besar yang namanya sudah tidak asing lagi ditelinga anak HMI ini adalah pendidikan. Sebelum era milenial, dengan segala candu-candu destruktif didalamnya mewabahi kader HMI, yang nantinya akan mereduksi kualitas individu dan organisasi, pendidikan di HMI baik formal ataupun informal harus ditingkatkan. Sehingga kader HMI mempunyai pemikiran-pemikiran kritis memandang masalah-masalah era milenial dan sikap yang bijak dalam menyikapinya. Sehingga tujuan dan cita cita himpunan ini dapat kita capai bersama. YAKUSA!

Ditulis oleh Alif Fitra Ariela, Kabid KPP Demisioner HMI Komisariat FKG USU


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »