Sisi Lain “5 Februari” yang Terlupakan

2/06/2018
bolokajiblog- Tanggal 5 Februari bagi sebagian orang yang pernah dan sedang aktif disalah satu organisasi mahasiswa Islam adalah hari yang bersejarah. Pada saat itu, tepat 71 tahun silam lahir organisasi besar bernama Himpunan Mahasiswa Islam atau biasa disebut HMI yang kiprahnya masih ada hingga saat ini. Oleh karena itu tidak salah jika HMI disebut sebagai salah satu organisasi mahasiswa tertua di Indonesia jika dilihat dari usianya yang sudah tidak muda lagi.  HMI lahir ditengah pergolakan mempertahankan kemerdekaan negara Kesatuan Republik Indonesia dan polarisasi kaum pelajar kearah paham sosialis. Pemprakarsa berdirinya HMI adalah Lafran Pane, Mahasiswa semester I Fakultas Hukum yang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Islam (sekarang menjadi Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta.  
Pada saat HMI berdiri, sebenarnya sudah ada organisasi kemahasiswaan yaitu Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta. Namun PMY didominasi oleh Partai Sosialis yang berpaham Komunis. PMY cenderung berpihak dan tidak independen dalam memperjuangkan aspirasi Mahasiswa. Oleh sebab itu Lafran Pane berpikir untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam. Proses pendirian organisasi HMI bukanlah mudah. Lafran pane menghadapi beberapa dinamika sehingga organisasi ini tidak langsung berdiri. Pada bulan November 1946 lafran pane sudah mencoba mengumpulkan para Mahasiswa dan menyampaikan niatannya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam namun selalu berujung kegagalan. Suatu ketika Lafran Pane mengadakan rapat mendadak tanpa undangan pada saat mata kuliah Tafsir yang diajarkan oleh Prof Husein Yahya. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan 5 Februari 1947  lafran pane masuk kedalam suatu kelas dan memimpin rapat sambil mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan". Sejak saat itu secara resmi berdirilah organisasi mahasiswa Islam bernama HMI. Mahasiswa yang hadir pada saat itu selain Lafran Pane adalah Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein,  Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali,  Mansyur, Siti Zainah, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi, dan Baidron Hadi.
Sejak awal HMI terbentuk, HMI sudah bersifat independen dan mempunyai dua tujuan yaitu: 1. Mempertahankan kemerdekaan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, 2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Kedua tujuan ini dari waktu kewaktu,kongres ke konges, berdifusi dalam suatu rumusan menjadi “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”  yang tertuang dalam Pasal 4 Anggaran Dasar HMI.  Mengutip dari “tafsir tujuan HMI” bahwa pada hakikatnya HMI bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik dan kualitatif, sebaliknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan ide, bakat dan potensi yang mendidik, memimpin dan membimbing anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif. Dasar Motivasi yang paling dalam bagi HMI adalah ajaran Islam. Karena Islam adalah ajaran fitrah, maka pada dasarnya tujuan dan mission Islam juga merupakan tujuan daripada kehidupan manusia yang fitri, yaitu tunduk kepada fitrah kemanusiaannya. Tujuan kehidupan manusia yang fitri adalah kehidupan yang menjamin adanya kesejahteraan jasmani dan rohani secara seimbang atau dengan kata lain kesejahteraan materil dan kesejahteraan spirituil. Kesejahteraan yang akan terwujud dengan adanya amal saleh (kerja kemanusiaan) yang dilandasi dan dibarengi dengan keimanan yang benar. Dalam amal kemanusiaan inilah manusia akan dapatkan kebahagian dan kehidupan yang sebaik-baiknya. Bentuk kehidupan yang ideal secara sederhana kita rumuskan dengan “kehidupan yang adil dan makmur”.
Berbicara tentang HMI sangat erat kaitannya dengan Lafran Pane. Lafran Pane yang menggagas berdirinya HMI menolak untuk disebut sebagai satu-satunya pendiri HMI. Begitu rendah hatinya sosok beliau hingga tidak mau diakui sebagai satu-satunya pendiri HMI. Lafran Pane lahir dikota Sipirok pada tanggal 23 April 1923 dalam catatan resmi yang kerap beliau gunakan. Namun ada banyak hal yang kita tidak ketahui dari lahirnya Lafran Pane.  Sebenarnya Lafran Pane lahir pada tanggal 5 Februari 1922. Hal ini diungkapkan oleh anak beliau sebelum jenazah beliau dimakamkan yang wafat pada tanggal 25 januari 1991. Beliau sengaja mengubah tanggal lahirnya supaya tidak menimbulkan tafsiran buruk terhadap tanggal berdirinya HMI dan tanggal lahir beliau.  Lafran pane dikenal sebagai sosok yang keras, tegas dan bersahaja. Jenjang pendidikannya tidak menentu, beliau sering berpindah-pindah karena pada saat itu dalam situasi perang. Beliau pernah menempuh pendidikan di Taman Siswa Medan namun dikeluarkan hingga beliau hidup dijalanan. Dijalanan beliau harus berusaha keras menjalani hidupnya dari menjual es lilin, menjual karcis, hingga bermain kartu untuk menyambung hidupnya. Singkat cerita ditahun 1943 beliau hijrah ke Batavia dan melanjutkan kuliah di STI Yogyakarta hingga berdirinya HMI.
Kebersehajaan Lafran Pane terlihat ketika beliau menyerahkan jabatannya sebagai ketua umum HMI yang masih 6 bulan dijabatnya. Beliau tidak mau dianggap terlalu mendominasi di HMI. Dilain hal pernah beliau mengatakan bahwa honor yang didapatkannya sebagai Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI terlalu besar. Ketika ada rapat-rapat keluar kota sebagai DPA, beliau tidak mau menginap di hotel hotel mewah. Bahkan beliau selalu menggunakan sepeda ketika menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik. Ada sebuah kisah lucu pada saat kongres ke 8 di Solo tahun 1966. Lafran Pane dilarang masuk oleh panitia karena tidak ada identitas dan tanda pengenal. Kejadian serupa juga dialami Lafran Pane pada Konferensi HMI Cabang Yogyakarta ke-27 tahun 1974, Lafran Pane dicurigai sebagai mata-mata militer. Hingga akhirnya ada kader HMI yang mengenalnya dan beliau dipersilahkan masuk. Lafran pane tidak marah apalagi tersinggung sebagaimana umumnya budaya senioritas dalam berorganisasi. Begitulah rendah hatinya sosok Lafran Pane. Orang yang merelakan jabatannya demi kemajuan. Orang yang tidak ingin terlalu menonjol dan tidak haus kekuasaan. Orang yang tidak gila harta dan selalu hidup dalam kesederhanaan. Demikianlah seharusnya kader-kader HMI, jangan hanya menjadikannya sebagai Pahlawan Nasional dalam ucapan namun juga harus mengamalkan sosok teladan dari diri beliau.
Menilik dari usia HMI yang sudah tidak lagi muda, semestinya sudah banyak lahir kader-kader HMI yang memperjuangkan tujuan HMI yang mulia tersebut. Lantas sudah sejauh manakah kita sebagai kader memperjuangkannya, memperjuangkan apa yang dicita-citakan lafran Pane. Saya sendiri masih jauh dari rumusan tujuan yang mengandung “lima kualitas insan cita” tersebut. Saya masih tertatih tatih dalam akademis, minim dalam menciptakan suatu karya, masih mengeluh dalam mengabdi, dan sering turun naik dalam mengamalkan ajaran Islam, dan bahkan sering lalai dalam menjalankan tanggung jawab sebagai makhluk sosial. Dan satu hal yang pasti, kader yang lahir dari rahim HMI banyak jenisnya. Dari guru ngaji hingga guru besar, pedagang kecil hingga pengusaha sukses, penggiat anti korupsi hingga koruptor,  bejat hingga taat, pendosa hingga yang mengerjakan banyak pahala. Jangan-jangan banyaknya kader HMI yang lahir hanya seperti buih dilautan. Berkumpul tapi tidak berhimpun dalam barisan yang kokoh. Kalau begitu pantaskah kita disebut sebagai kader? Menjadi sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar? Mungkin banyak dari kita yang tidak paham apa itu kader. Menjalankan fungsinya hanya untuk kepentingan individu dan kelompoknya. Wajar saja jika terjadi kemunduran ditubuh HMI. Akhir kata, Lafran Pane memang sudah wafat dan mendahului kita, namun cita-citanya harus tetap kita perjuangkan. Jangan sampai HMI ini wafat dan menyusul Lafran Pane dengan cita-cita yang belum tercapai namun kita masih tetap hidup dengan merugi.



Medan, 06 Februari 2018.
Penulis MY

Foto diambil dari tintamuncrat.blogspot.co.id

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »