Kekuatan “Pengaruh” dalam Kepemimpinan

3/14/2018


bolokajiblog- Kepemimpinan dalam suatu konsepsi sangat erat kaitannya dengan pengaruh. Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari setiap aktivitas yang akan dilaksanakan. Toha (1983) berpendapat bahwa “kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu” sedangkan menurut Robbins (2002) menyatakan bahwa: “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan”. Purwanto (1991) menyatakan “Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa”.
Ukuran kepemimpinan adalah kemampuan dalam mempengaruhi orang lain. Pertanyaannya adalah apa yang membuat orang lain mau “mengikuti” seorang pemimpin? Terkadang ada orang dengan mudahnya mau mengikuti dan ada yang susah untuk menjalankan arahan pemimpin tersebut. Jawabannya adalah terletak pada kualitas seorang pemimpin. Pemimpin yang punya kualitas tentunya dengan mudah mempengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya.  Satu hal yang harus kita pahami bahwa kepemimpinan tidak identik dengan posisi namun identik dengan fungsi. Setiap orang memiliki peluang untuk mempengaruhi dan dipengaruhi orang lain. Itu artinya bahwa kita bisa menjadi pemimpin dan menjadi orang yang dipimpin dalam hal tertentu. Mudah untuk melihat pada saat kapan kita menjadi seorang pemimpin atau orang yang punya pengaruh. Perhatikan saja ketika ada perkumpulan membahas suatu hal, jika dilontarkan sebuah isu dan pendapat siapa yang didengar orang banyak maka kita dapat mengenal siapa pemimpin yang punya pengaruh dalam kelompok tersebut.
Berbicara tentang kualitas seorang pemimpin, saya sudah pernah sedikit membahas tentang kriteria kepemimpinan yang ideal dalam tulisan saya “Menatap Pemilihan Raya FKG USU”. Jika saya diajukan pertanyaan bagaimana pemimpin yang ideal maka saya akan menjawab bahwa Nabi Muhammad adalah suri tauladan dalam hal apapun termasuk ketika menjadi seorang pemimpin. Tauladan Nabi Muhammad bukan hanya dari Islam sendiri bahkan diluar Islam juga mengakui kehebatan Nabi Muhammad. Dalam diri Nabi Muhammad terdapat beberapa kriteria yang harus kita contoh. Saya selalu menyampaikan kriteria ini ketika menyampaikan materi kepemimpinan pada saat latihan kader di himpunan yaitu STAF. STAF adalah singkatan dari Siddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah.
Siddiq artinya benar. Benar disini bukan hanya sekedar benar dalam perkataan namun juga benar dalam perbuatan. Seorang pemimpin jika tidak sinkron antara perkataan dan perbuatan yang dilakukan maka akan menurunkan kepercayaan terhadap orang-orang disekitarnya. Tabligh artinya menyampaikan. Seorang pemimpin  dituntut untuk komunikatif agar mampu memberikan arahan kepada orang disekitarnya. Ada sebuah pepatah didalam buku Jhon C. Maxwell “The Maxwell Daily Reader” bahwa penyebab jatuh bangunnya segala sesuatu adalah kepemimpinan dan penyebab jatuh bangunnya kepemimpinan adalah komunikasi. Amanah artinya benar-benar dipercaya. Jika segala urusan diberikan kepadanya maka urusan tersebut akan dilaksanakan sebaik mungkin. Kriteria terkahir adalah Fathonah yang berarti cerdas. Cerdas dalam suatu kepemimpinan itu artinya cukup luas. Bisa kecerdasan dalam IQ, EQ, dan SQ. Tugas seorang pemimpin adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan. Artinya seorang pemimpin harus bisa memetakan arah. Dalam konsep palayaran setiap orang bisa mengemudikan kapal namun tidak semua orang bisa memetakan arah. Jika pemimpin tak bisa menentukan arah maka alamatlah sebuah kapal akan tenggelam. Kecerdasan seorang pemimpin tidak cukup hanya sebatas konseptual, pemimpin juga harus cerdas dalam hal emosioanal. Sebagai contoh seorang pemimpin harus bisa menjalin hubungan dan menjadikan bawahannya sebagai sahabat. Banyak kegagalan dalam memimpin dikarenakan kesalahan tidak menjalin suatu hubungan dengan baik. Abraham Lincoln pernah berkata ”Jika anda ingin memenangi seseorang bersedia membantu Anda, pertama-tama yakinkan dirinya bahwa Anda adalah sahabat yang tulus.” Hubungan yang baik mengupayakan proses mempengaruhi menjadi mungkin dan persahabatan merupakan hubungan positif dan menjadi kerangka kerja menuju sukses dalam mencapai suatu tujuan. Bagaimana mungkin anda bisa mempengaruhi orang disekitar anda jika tidak ada sedikitpun kedekatan emosional yang terbentuk antara anda dan orang disekitar anda. Senior saya sering berkata kepada saya bahwa kepemimpinan itu adalah adalah seni, seni bagaimana mempengaruhi orang lain. Ada sebuah peribahasa mengatakan “Seseorang yang mengatakan dirinya sebagai pemimpin namun tidak memiliki pengikut sesungguhnya bukanlah pemimpin namun ia hanya sedang berjalan-jalan.”

Penulis MY

Medan 14 Maret 2018
Gambar diambil hitssss.com




Share this

Related Posts

Previous
Next Post »